Menurut catatan sejarah, Lasem tempo dulu (1350-1375) adalah sebuah kerajaan kecil di bawah Kerajaan Majapahit. Uniknya, sang pemimpin selalu kaum wanita. Berdasarkan sumber sejarah lokal pada kitab Badrasanti (1478 Masehi), diperkirakan proses pembatikan di Lasem sudah berlangsung sejak puteri Na Li Ni dari kerajaan Champa (Vietnam) mengajarkan teknik batik kepada anak-anak di daerah Kemendung (Lasem) pada kurang lebih tahun 1420 Masehi. Na Lui Ni adalah isteri salah seorang nahkoda kapal Cheng Ho, Bi Nong Hua. Usai menemukan pujaan hatinya, sang nahkoda meminta ijin pada Cheng Ho untuk menetap di Lasem yang kemudian disetujui.
Batik Lasem Pagi Sore
Sumber: https://www.lasembatikart.com
Batik Lasem atau sering disebut Batik Laseman merupakan batik bergaya pesisiran yang kaya motif dan warna. Nuansa multikultur sangat terasa pada lembaran Batik Lasem. Kombinasi motif dan warna Batik Lasem yang terpengaruh desain budaya Tionghoa, Jawa, Lasem, Belanda, Champa, Hindu, Buddha serta Islam tampak berpadu demikian serasi, anggun dan memukau. Warna cerah Batik Lasem khususnya warna merah sangat terkenal di kalangan pecinta batik Indonesia.
Ciri khusus Batik Lasem yang tidak akan temui pada batik manapun adalah warna merahnya yang terkenal dengan nama warna abang getih pithik atau warna darah ayam. Warna ini terbuat dari akar mengkudu dan akar jiruk ditambah air Lasem yang kandungan mineralnya sangat khas. Warna ini bahkan tidak dapat dibuat di labolatorium. Selain indah, Batik Lasem juga kuat. Makin dicuci, warnanya makin keluar. Warna merah tersebut telah diakui sebagai warna merah terbaik yang tidak dapat ditiru pembuatannya di daerah sentra batik lainnya. Akibatnya, tidaklah mengherankan jika banyak pengusaha batik di daerah lain (misal: Pekalongan, Surakarta, Yogyakarta, Semarang dan Cirebon) berusaha mendapatkan kain blangko bang-bangan, yaitu kain yang baru diberi pola dasar dan dicelup warna merah pada sebagian motifnya.
Batik Laseman
Sumber: https://upload.wikimedia.org
Selain itu, Batik Lasem klasik pun memiliki warna lain dan motif yang khas. Misalnya, batik Bang-bangan (warna merah), Biron (biru), Bang-Biron (merah-biru), es teh atau Sogan (kekuningan), Tiga Negeri (merah-biru-cokelat), dan Empat Negeri atau Tiga Negeri Ungon (merah-biru-soga-ungu). Masing-masing warna memiliki makna dan pemakaian yang berbeda.
Motif Batik Lasem secara umum hanya ada dua motif, yakni motif Cina dan non Cina. Batik Lasem Motif Non Cina, yakni Batik Tulis Lasem yang motif-motifnya tidak dipengaruhi oleh budaya Cina. Motif Batik Lasem ini didominasi motif batik Jawa, diantaranya motif Sekar Jagad, Kendoro Kendiri, Grinsing, Kricak/Watu Pecah, Pasiran, Lunglungan, Gunung Ringgit, Pring-pringan, Pasiran Kawung, Kawung Mlathi, Endok Walang, Bledak Mataraman, Bledak Cabe, Kawung Babagan, Parang Rusak, Parang Tritis, Latohan, Ukel, Alge, Ceplok Piring, Ceplok Benik, Sekar Srengsengan, Kembang Kamboja, dan Sido Mukti.
Batik Lasem Motif Sekar Jagad
Sumber: https://www.lasembatikart.com
Batik Lasem Motif Cina, yakni Batik Tulis Lasem yang motifnya dipengaruhi budaya China, bahkan unsur orientalnya sangat kental dan dominatif, diantaranya motif fauna Cina plus non Cina. Contoh motif fauna Cina motif burung hong (phoenix) yang dikenal sebagai Lok Can, naga (liong), kilin, ayam hutan, ikan emas, kijang, kelelawar, kupu-kupu, kura-kura, ular, udang, kepeting, dan sebagainya. Motif fauna Cina ini berkolaborasi dengan motif batik Jawa, seperti parang, udan riris, kawung, kendoro kendiri, sekar jagad, anggur-angguran, dan sebagainya. Motif Flora Cina plus motif non Cina, misalnya bunga seruni (chrysanthemum), peoni, magnolia, sakura (cherry blossom), bamboo, dsb. Motif flora Cina ini juga sering bersimbiosis mutualisme dengan motif batik Jawa.
Batik Lasem Motif Burung Hong
Sumber: https://mariarina.wordpress.com
Motif lain bergaya Cina selain flora dan fauna plus motif batik non Cina. Contohnya motif kipas, banji, delapan dewa (pat sian), dewa bulan, koin uang (uang kepeng). Motif kombinasi Cina plus motif batik non Cina. Maksud kombinasi motif disini adalah dalam satu Batik Lasem keindahan motif fauna dan flora Cina berbaur dengan keindahan motif-motif batik Jawa. Masing-masing motif ini memiliki makna tersendiri yang sangat kaya nilai.
Batik Lasem Motif Kipas
Sumber: https://redayabatik.com
Sumber: https://redayabatik.com
Motif Batik Laseman memiliki pengaruh sangat kuat pada batik Indramayu, Jambi, Palembang, pekalongan, Solo dan Yogyakarta. Seperti halnya pengaruh motif batik dari berbagai daerah tersebut dalam perkembangan dinamika motif dalam batik Lasem. Sebagai contoh, konon seni batik Indramayu diperkenalkan oleh para pengrajin batik dari Lasem. Pembatikan di Lasem menjadi industri rumah tangga yang memiliki kedudukan penting dalam perekonomian penduduk Lasem. Hampir seluruh rumah tangga di Lasem mengelola usaha batik. Kemajuan industri Batik Lasem sangat pesat. Pemasaran batik Lasem pada awal abad XX sudah meliputi seluruh Jawa, Sumatera, Bali, Thailand Selatan, Malaka dan Suriname. Tidak mengherankan jika industri Batik Lasem menjadi sebagai salah satu dari lima sentra batik terbesar Hindia Belanda, sejajar dengan industri batik di daerah-daerah Surakarta, Pekalongan, Yogyakarta dan Cirebon. Hal ini dimungkinkan karena cukup banyaknya jumlah pengusaha batik yang cakap di Lasem. Pada tahun 1930 jumlah pengusaha batik di Lasem adalah 120 orang. Mereka seluruhnya merupakan pengusaha batik etnis Tionghoa. Kejayaan industri Batik Lasem berlanjut sampai tahun 1942. Selama masa pendudukan Jepang, seluruh usaha batik di Lasem ditutup. Barulah sekitar tahun 1950 pengusaha Batik Lasem mencoba bangkit kembali. Kemajuan usaha batik memang terjadi tidak secemerlang masa Hindia Belanda. Jumlah pengusaha Batik Lasem terus berkurang akibat kurang lancarnya regenerasi pengusaha batik, krisis ekonomi nasional dan ketatnya persaingan antar sesama pengusaha batik. Permintaan terhadap kain Batik Lasem menurun tajam akibat perubahan gaya pakaian masyarakat Indonesia yang mulai mengadopsi gaya pakaian barat. Jumlah pengusaha Batik Lasem terkikis tajam dari sekitar 140 orang (+/- tahun 1970) menjadi hanya tinggal 18 orang (tahun 2004).
Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya daya serap industri Batik Lasem terhadap para pembatik potensial di berbagai desa tertinggal. Akibatnya, pengangguran tenaga kerja pembatik pun tidak dapat dihindarkan. Sementara itu, generasi muda dari keluarga pembatik enggan meneruskan pembatikan akibat relatif rendahnya upah kerja di industri batik tradisional dibandingkan dengan upah pekerjaan lain di sektor modern. Pengetahuan budaya Batik Lasem juga masih sangat terbatas di kalangan generasi muda Kabupaten Rembang. Kurangnya data tentang sejarah, ragam motif, fungsi dan nilai filosofi Batik Lasem menyebabkan sulitnya pengembangan pendidikan budaya Batik Lasem, baik sebagai pelajaran muatan lokal di sekolah maupun sebagai kegiatan pendidikan non formal di bidang ketrampilan batik di lingkungan keluarga. Akibatnya, kelestarian budaya Batik Lasem sulit dijamin di masa yang akan datang. Untuk itu, sinergi multi pihak peduli, termasuk kita sendiri sebagai unsur bangsa Indonesia, sangat diperlukan dalam penguatan kesadaran budaya serta daya saing industri Batik Lasem.
Proses pembuatan Batik Lasem hampir sama dengan pembuatan batik tulis di daerah lain. Produk akhir Batik Tulis Lasem menjadi bahan pakaian sehari-hari, kain panjang, sarung, selendang, tokwi, dan lain-lain.
Proses Pembatikan
Sumber: https://redayabatik.com
Anda bisa menjadikan Batik Lasem sebagai salah satu koleksi batik anda sahabat. Semoga artikel kali ini bermanfaat untuk anda.
Sumber: Fitinline
No comments:
Post a Comment