Penutup Pertukaran Budaya Penari membawakan bagian dari rangkaian pementasan bertajuk "Fire! Fire! Fire!" karya kolaborasi Cheam Shapiro (Kamboja), Pichet Klunchun (Thailand) dan Eko Supriyanto (Indonesia) di Teater Besar, Institut Seni Indonesia, Solo, Jateng, Sabtu (2/2) malam. Pementasan itu menutup program kerjasama pertukaran budaya selama tiga tahun oleh Goethe Institute Jakarta, Khmer Arts Theater di Phnom Penh, Pichet Klunchun Dance Company di Bangkok dan Solo Dance Studio di Solo. (ANTARA/Andika Betha)
Eko Supriyanto, penari yang telah malang melintang di mancanegara ini menilai tarian Indonesia kini tengah mendapat sorotan di mata internasional.
"Kalau dulu kita masih dianggap eksotis, masih dianggap sesuatu yang unik yang aneh, tapi sekarang luar (negeri) sangat-sangat notice," katanya kepada Antara News seusai acara Indonesia Menari 2014, Minggu (23/11).
Melalui festival-festival tarian, koreografer yang pernah menjadi penari Madonna ini berpendapat pementasan kesenian tersebut tidak hanya sekedar "ceremony", tetapi terdapat misi dan wacana yang lebih besar dibalik festival tari untuk menjadi media diskusi karya seni tari itu sendiri.
"Sebenarnya karya-karya tari seniman Indonesia tidak hanya indah, tapi juga sangat bisa mendunia, dan sangat bisa dikondisikan dalam konteks yang universal," lanjutnya.
Tantangannya saat ini, menurut Eko, adalah anak muda Indonesia yang harus terus diedukasi bahwa tarian Indonesia juga merupakan sumber dan aset kekayaan bangsa.
"Indonesia adalah negara yang mempunyai advance yang lebih dari negara-negara lain untuk bidang tari karena diversity-nya yang banyak, dan seniman-seniman kontemporer di Indonesia enggak akan pernah habis untuk mengeksplornya," kata Eko.
"Dengan adanya seniman kontemporer Indonesia yang terus mengembangkan tarian tradisi kita, saya yakin wacana tradisi kita tidak akan pernah habis dan wacana tradisi kita tidak akan pernah luntur dan hilang dari muka bumi ini," tambahnya.
No comments:
Post a Comment