Sriwijaya
Sriwijaya adalah satu dari kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara. Dalam naskah berjudul Chu-fan-chi karya Chau Ju-kua tahun 1225 disebutkan bahwa negeri San-fo-tsi memiliki 15 daerah bawahan. Wilayah kekuasaan San-fo-tsi membentang dari Kamboja, Semenanjung Malaya, Sumatera sampai Sunda.
Menurut Prasasti Kedukan Bukit, Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Tepat tanggal 5 suklapaksa bulan Asdha tahun 604 Saka (16 Juni 682 M). Dapunta Hyang bersama pasukannya mendarat dan mendirikan kerajaan Sriwijaya. Prasasti bertarikh 682 Masehi yang dipahat di batu kali itu menceritakan perjalanan Dapunta Hyang bersama balatentaranya untuk mendirikan wanua (tempat tinggal) Sriwijaya. Ia memimpin 20.000 tentara di Minanga Tamwan (Ibu Kota Kerajaan Melayu ) yang diliputi perasaan senang karena kemenangan menaklukkan Kerajaan Malayu .
Dapunta Hyang berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Dapunta Hyang Srijayanasa juga memiliki hubungan dengan kerajaan Sunda Tarumanegara dengan menikahi salah seorang puteri dari Raja Linggawarman (raja ke-12 Tarumanagara), yang bernama Sobakancana untuk memperluas pengaruh kerajaan.
Pada tahun 680 di bawah kepemimpinan Jayanasa, wilayah Kerajaan Melayu, Jambi dan Bengkulu takluk di bawah Sriwijaya.
Pada abad ke-9 Raja Balaputradewa dapat memperluas wilayah Sriwijaya. Wilayah itu neliputi Sumatra, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka, Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan.
Kerajaan Sriwijaya terpusat di Sumatra. I-Tsing (Yi-Jing), musafir Cina yang belajar agama Budha di Sriwijaya yang menyebutkan bahwa pusat/kota Sriwijaya terletak di daerah khatulistiwa. I-tsing mendeskripsikan tempat itu sebagai : “apabila orang berdiri tepat pada tengah hari, maka tidak akan kelihatan bayangannya”. Coedes, ilmuwan Prancis sejak awal abad ke-20 mengajukan argumen bahwa pusat Sriwijaya terletak di sekitar kota Palembang sekarang (dalam Robequain, 1964, “Malaya, Indonesia, Borneo, and the Philippines”, Longman).
Bahasa yang dipakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu kuno. Bukti-bukti tertulis ditemukan sekitar tahun 680 M: di Kedukan Bukit berangka tahun 683 , Talang Tuwo 684, Kota Kapur 686, dan Karang Brahi 688. Bahasa yang digunakan oleh Sriwijaya ini adalah leluhur Bahasa Melayu cikal bakal Bahasa Indonesia modern. Sejak abad ke-7, bahasa Melayu kuno telah digunakan di Nusantara. Bahasa ini menjadi alat komunikasi bagi kaum pedagang. Sejak saat itu, bahasa Melayu menjadi lingua franca dan digunakan secara meluas oleh banyak penutur di kepulauan Nusantara.
Pada abad ke 7 hingga 13 M, Sriwijaya mengalami zaman keemasan.
Sriwijaya merupakan negara maritim terbesar di Asia Tenggara. Salah seorang peneliti Sriwijaya berkebangsaan Perancis, Pierre Yves Manguin, mengatakan Sriwijaya sudah menggunakan kapal-kapal besar dalam jalur perdagangan di Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Tak heran kalau armada kapal milik Sriwijaya mampu berlayar ke China dengan membawa komoditas perkebunan, seperti cengkeh, pala, lada, timah, rempah-rempah, emas, dan perak. Barang-barang itu dibeli atau ditukar dengan porselin, kain katun, atau kain sutra. Armada kerajaan itu telah melayari jalur perdagangan dari Teluk Parsi di pantai barat, selatan Asia, hingga ke China di pantai timur.Wilayah kekuasaan Sriwijaya tak hanya terbatas di jalur lalu lintas perdagangan di Selat Melaka dan Laut Jawa. Sebagai penguasa laut Nusantara, ia juga menanamkan pengaruh hingga ke Madagaskar.
Dengan penguasaan jalur pelayaran strategis dan mendominasi perdagangan, jelas menguntungkan kerajaan Sriwijaya untuk menarik pajak-pajak dari kapal yang masuk di wilayahnya. Pundi-pundi yang mengisi kas kerajaan Sriwijaya menjadi besar dan kaya. Dampaknya, rakyat Sriwijaya dibebaskan dari segala macam pajak kepada negara.
Gambaran keadaan Sriwijaya bisa dibayangkan dari tulisan Ibn Abd Al Rabbih di dalam karyanya Al Iqd al Farid, yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan adanya korespodensi antara raja Sriwijaya (Sri Indravarman) dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada sekitar tahun 100 H (726 M), Raja Sriwijaya berkirim surat yang isi surat tersebut adalah:
”Dari Raja di Raja (Malik al Amlak) yang adalah keturunan seribu raja; yang isterinya juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya”.
Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainnya.
Ada bukti lain mengenai kerajaan Sriwijaya yang disebut sebagai kerajaan kaya raya. Dalam catatan arab nama Kerajaan Sriwijaya dikenal dengan Kerajaan Zabag karena bandar utamanya berada di Muara Sabak di Sungai Batanghari. Berita arab yang berasal dari Ibnu Nordadzbeh yang bertahun 844-648 masehi mengatakan bahwa Raja Zabaj (Sriwijaya) disebut sebagai maharaja yang kekuasaannya meliputi pulau-pulau yang ada di lautan Timur. Hasil negeri ini berupa kapur barus. Gajah juga ada banyak disana. Menurut Ibn Roteh pada 903 masehi mengatakan bahwa Maharja Zabaj merupakan raja terkaya jika dibandingkan dengan raja-raja di India. Ibn Zayd pada 916 masehi mengatakan bahwa Maharaja Zabaj setiap hari melemparkan segumpal emas ke danau dekat istana.
Dalam catatan Abu Hasan Ali Al-Mas’udi (dari Arab) yang berjudul Muruju’z-Zahab Wa Ma-Adinu’l-Jauhar tahun 943 M, tercantum keterangan mengenai kerajaan sangmaharaja yang meliputi Sribuza (Sriwijaya), Qalah, dan pulau-pulau lain di Laut Cina. Tentaranya tak terhitung banyaknya. Dibutuhkan waktu dua tahun jika kita akan mengelilingi kerajaan Sribuza. Kerajaan itu banyak menghasilkan tumbuh-tumbuhan dan kayu-kayuan yang wangi, seperti kapur barus, cendana, cengkeh, lada, dan minyak kestruri.
Kebesaran Sriwijaya juga terlacak dari peninggalan di India dan Jawa. Prasasti Dewapaladewa dari Nalanda, India, abad ke-9 Masehi menyebutkan, Raja Balaputradewa dari Swarnadipa (Sriwijaya) membuat sebuah biara. Dalam prasasti Nalanda yang bertarikh 860 Balaputra menegaskan asal-usulnya sebagai keturunan raja Sailendra di Jawa sekaligus cucu Sri Dharmasetu raja Sriwijaya.
Sriwijaya terlibat persaingan dengan Kerajaan Medang di Jawa untuk menguasai Nusantara. Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Medang sering terlibat perang. Kerajaan Medang ini dapat dikatakan sebagai kelanjutan Mataram Kuno. Mpu Sindok adalah peletak dasar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur setelah Mataram hancur karena letusan Gunung Merapi. Raja Mpu Sindok termasuk keturunan Raja Dinasti Sanjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Tahun 990, Raja Medang Dharmawangsa mengadakan serangan ke Sriwijaya dan mencoba merebut Palembang, namun gagal. Pada tahun 1006, Sriwijaya melakukan pembalasan, yakni menyerang dan menghancurkan istana Watugaluh. Dalam prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya, yaitu peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari Lwaram yang kemungkinan merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir Dharmawangsa Teguh.
Akibat peperangan dengan kerajaan Medang membuat Sriwijaya mulai melemah. Hal ini dapat dimanfaatkan negara lain untuk menyerang Sriwijaya.
Herman Kulke menulis, Kerajaan Chola yang mengirim utusan ke Tiongkok pada 1015 mendapat informasi intelijen tentang kekuatan Sriwijaya saat singgah di Sumatera. Informasi itu menjadi dasar serangan kekuatan laut Raja Rajendra Chola I (1014-1044) tahun 1025 ke Sriwijaya (Palembang), Malayu (Jambi), Pannai di sekitar Riau Daratan dan wilayah yang kini jadi Malaysia modern di Kadaram (Kedah), Ilangasokam di Trengganu-Pattani. Serangan itu memorakporandakan Semenanjung Malaya dan Sumatera.
Sebelum serangan itu terjadi, sebenarnya antara Sriwijaya (di masa pemerintahan Cudamaniwarmadewa) dan Cola telah terjalin hubungan persahabatan yang sangat baik. Namun, semenjak Sriwijaya menerapkan aturan yang sangat ketat di perariran Selat Malaka, perahu-perahu asing yang melewati wilayah itu mendapat perlakuan kurang baik. Perahu-perahu yang lewat dipaksa singgah di Pelabuhan Jambi. Perahu-perahu yang tidak mau singgah akan dikepung dan diserang. Perlakuan Sriwijaya tersebut dianggap oleh Kerajaan Cola sebagai permusuhan sebab telah menghambat kegiatan perdagangannya dengan Negeri Cina.
Kerajaan Chola merupakan salah satu dinasti terkuat di dunia pada saat itu. Kerajaan Chola yang muncul tahun 985 Masehi menurut sejarawan Herman Kulke dalam buku Nagapattinam to Suvarnadwipa, Reflections on the Chola Naval Expeditions to Southeast Asia merupakan salah satu dinasti terkuat di dunia pada abad ke-10. Akhirnya di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan ke Sriwijaya pada tahun 1024-1025.
seperti yg diriwayatkan dlm prasasti Tanjore 1030 di India yg mengatakan bahwa dlm mengirimkan sejumlah kapal yg sangat besar ke tengah-tengah laut lepas yg bergelombang sekaligus menghancurkan armada gajahnya yg besar dari kerajaan melayu Sriwijaya & merampas harta benda yg sangat banyak berikut pintu gerbang ratna mutu manikam terhias sangat permai, pintu gerbang batu-batu besar permata & akhirnya Raja Sriwijaya yg bernama Sanggrama Wijayatunggawarman dapat ditawan kemudian dilepas sesudah mengaku takluk, tak lama kemudian armada Chola kembali kenegerinya sedangkan sejumlah lainnya menetap & menjadi bagian dari penduduk.
Sri Deva menaiki tahta setelah ayahnya Sanggaramawijayatunggawarman ditawan oleh kerajaan Chola.
Meskipun serbuan Chola tidak berhasil meruntuhkan Sriwijaya sepenuhnya, tetapi serangan-serangannya memberi dampak yang sangat besar. Banyak kapal Sriwijaya tenggelam dan hancur akibat peperangan tersebut. Tidaklah heran kalau peperangan itu melemahkan angkatan laut Sriwijaya.
Beberapa negara kecil yang tadinya berada di bawah kekuasaan Sriwijaya melepaskan diri. Lemahnya kedudukan Sriwijaya setelah serangan Chola tersebut, juga memungkinkan penguasa Airlangga di Jawa Timur (1019 M-1042 M) untuk merebut kembali daerah yang hilang (1006 M) pada era kekuasaan Dharmawangsa. Airlangga kemudian mendirikan Kerajaan Kahuripan. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006. Selanjutnya, Kerajaan Medang Kahuripan terbagi dua, untuk menghindari perang saudara, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri.
Kekalahan Kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Coladewa telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya sejak tahun 1025. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa Mauli.
sejak kekalahan ini kewibawaan kerajaan Sriwijaya mulai menurun dengan dratis yg memberikan peluang bagi kerajaan-kerajaan yg dahulu berada dibawah kedaulatan Sriwijaya mulai memperbesar & memperoleh kembali kedaulatan penuh.
Setelah Kerajaan Sriwijaya musnah di tahun 1025 karena serangan Kerajaan Chola dari India, Telah membuat keluarga kerajaan tercerai berai ke berbagai tempat.
Banyak bangsawan Sriwijaya yang melarikan diri ke pedalaman, terutama ke hulu sungai Batang Hari. Mereka kemudian bergabung dengan Kerajaan Melayu Tua yang sudah lebih dulu ada di daerah tersebut, dan sebelumnya merupakan daerah taklukan Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi menaklukan Sriwijaya. Situasi jadi berbalik di mana daerah taklukannya adalah Kerajaan Sriwijaya.
Sebagian keluarga kerajaan yang tersisa, kemudian membangun Kerajaan Sriwijaya di Pedalaman, dengan ibukota Dharmasraya, yang berlokasi hulu sungai batang hari, Sumatera Barat.
selanjut tahun 1183 Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya. Dharmasraya mengantikan peran Sriwijaya sebagai penguasa pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya. Pada tahun 1183M, berdasarkan Prasasti Grahi, menginformasikan Kerajaan Sriwijaya (beribukota di Dharmasyara) telah kembali bangkit, dan berhasil menguasai daerah hingga Thailand Selatan.
Pada tahun 1288, Kerajaan Singhasari (penerus kerajaan Kadiri di Jawa) melakukan “Ekspedisi Pamalayu”. Ekspedisi Pamalayu berhasil meruntuhkan sisa-sisa Sriwijaya, di wilayah Palembang dan Jambi. Pada tahun 1288, Kerajaan Dharmasraya, termasuk Kerajaan Sriwijaya, menjadi taklukan Kerajaan Singhasari.
------------
Singasari
Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara. Kerajaan Singasari sempat menguasai Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun (Maluku).
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Berdirinya kerajaan ini berawal dari keberhasilan Ken Arok menggulingkan akuwu wilayah Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Ketika itu, Tumapel merupakan salah satu daerah bawahan kerajaan Kediri. Kerajaan Kediri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Medang Kamulan. Kerajaan Medang Kamulan ini sudah dihancurkan oleh Sriwijaya yang bekerja sama dengan Haji Wurawari dari Lwaram. Raja Kediri yang terkenal ialah Jayabaya (1130-1160) yang terkenal dengan Ramalan Jayabaya. Raja terakhir Kediri ialah Kertajaya. Pada masa pemerintahannya, Kertajaya ingin dihormati dan disembah seperti dewa. Hal ini membuat para Brahmana tidak senang dan mereka minta perlindungan kepada Ken Angrok (sering disebut Arok) dari Tumapel.
Berita pembentukan kerajaan Singasari pada 1222 yang kemudian sampai di telinga raja kediri inilah yang menimbulkan pergolakan besar. Raja kertajaya tak ingin adanya kerajaan Singasari kemudian menyerang kerajaan Singasari. Kedua pasukan dari kerajaan Singasari dan Kediri saling bertempur hebat di desa Ganter pada 1222. Ken Arok akhirnya dapat mengalahkan Kertajaya pada tahun 1222. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Kediri.
Ken Arok berhasil memenangkan pertempuran dan secara otomatis daerah kekuasaan kerajaan Kediri beralih ke kerajaan Singasari.
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja. Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai Yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa melakukan ekspansi kekuatan ke seluruh nusantara. Kerajaan Singasari yang bercita-cita menguasai seluruh wilayah Nusantara mengirim ekspedisi militernya tahun 1275 M ke arah barat yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, mereka dapat menguasai kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan. Khususnya menggalang kekuatan politik di sebelah barat nusantara, ke Kerajaan Melayu, menghabiskan sisa-sisa Sriwijaya, Campa dan sebagainya. Tujuan dari expedisi Pamalayu untuk menghadang ekpansi kerajaan Mongol yang dikuasai oleh seorang Kaisar yang bernama Khublai Khan (Dinasti Yuan).
Kertanegara memiliki wawasan suatu persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan di Tiongkok. Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan Ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi. Pada awalnya ekspedisi ini dianggap penaklukan militer, akan tetapi belakangan ini diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomatik berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan kerajaan Malayu Dharmasraya. Buktinya adalah Kertanegara justru mempersembahkan Arca Amoghapasa sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; Dara Jingga dan Dara Petak ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa Jawa.
Kertanegara berhasil memperluas pengaruhnya di Campa melalui perkawinan antara raja Campa dan adik perempuannya. Kerajaan Singasari menguasai Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun (Maluku). Armada laut Singosari pada jaman Kartanegara tergolong kuat. Armada ini dipimpin oleh Laksamana Anakbrang. Seimbang dengan itu kekuatan angkatan daratnya juga tergolong hebat. Panglimanya adalah menantu Kertanegara sendiri, yakni Raden Wijaya.
Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan, pada tahun 1290 Singhasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Kekaisaran Mongol di bawah Jenghis Khan pada abad ke-13 adalah kemaharajaan teritorial terbesar dan terluas di dunia. Cucunya, Kublai Khan menjadi kaisar dan mendirikan Dinasti Yuan yang beribu kota di Beijing. Ia mengirim utusan bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara penguasa kerajaan Singhasari menolak membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajah dan memotong telinganya. Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293. Namun, pada saat itu telah terjadi pemberontakan di Singhasari oleh Jayakatwang.
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri. Prabu Kertajaya merupakan Raja Kediri kakek buyut dari Jayakatwang yang telah ditaklukkan oleh Ken Arok pendiri Singasari. Serangan Jayakatwang merupakan balas dendam terhadap Singhasari.
Jayakatwang melakukan pemberontakan terhadap Singasari, tepat setelah ekspedisi Pamalayu diberangkatkan oleh Kertanagara. Dengan memanfaatkan menurunnya jumlah kekuatan pasukan di Singasari, Jayakatwang berhasil menaklukan kerajaan Singasari yang saat itu sedang lengah karena pasukannya sedang melakukan ekspedisi. Raja Singasari, Kertanegara, membiarkan pertahanan negaranya kosong karena sebagian besar kekuatan militernya dikerahkan ke Sumatera untuk mendukung Ekspedisi Pamalayu, sehingga dapat dengan mudah dikalahkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Jayakatwang. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh. Kertanegara tewas, tetapi menantunya, Raden Wijaya lolos karena sedang tidak berada di istana.
Setelah berhasil mengalahkan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Serangan ini juga berarti telah meruntuhkan kerajaan Singasari.
----------------
Majapahit
Majapahit adalah kerajaan besar di Nusantara dengan ibukota yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina.
Lahirnya kerajaan Majapahit dimulai ketika runtuhnya kerajaan Singhasari. Tanggal kelahiran Majapahit, tanggal 15 bulan Kartika 1215 tahun Saka [Jawa], atau tanggal 10 November 1293. Invasi militer Kubilai Khan seorang penguasa Mongol terkemuka abad ke-13 telah berdampak secara tidak langsung terhadap berdirinya Kerajaan Majapahit. Menurut catatan Dinasti Yuan, Kaisar Khubilai Khan mengirim pasukan Mongol untuk menyerang Kerajaan Singhasari di Jawa pada tahun 1292. Berdasarkan naskah Yuan shi, yang berisi sejarah Dinasti Yuan, 20,000-30,000 prajurit dikumpulkan dari Fujian, Jiangxi dan Huguang di Cina selatan, bersama dengan 1,000 kapal serta bekal untuk satu tahun. Pemimpinnya adalah Shi-bi (orang Mongol), Ike Mese (orang Uyghur), dan Gaoxing (orang Cina).
Namun, Singhasari yang ingin diserang Mongol ternyata sudah runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang. Pasukan Mongol yang tidak tahu bahwa Singasari sudah runtuh kemudian dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa. Kekalahan bala tentara Mongol oleh orang-orang Jawa hingga kini tetap dikenang dalam sejarah Cina. Sebelumnya tentara Mongol nyaris tidak pernah kalah di dalam peperangan melawan bangsa mana pun di dunia.
Buku Irawan Djoko Nugroho “ Majapahit : Peradaban Maritim” menuliskan serangan Tatar-Mongol ke Jawa di bawah perintah Kaisar Terkaya di dunia saat itu, Kubilai Khan, Cuma membawa 1000 kapal, dan ukurannya hanya sedang, bukan kapal besar seperti kepunyaan Majapahit yang mempunyai lebih dari 2800 kapal. Padahal, pengerahan 1000 kapal itu sudah menghabiskan 90 % kekayaan Kekaisaran Mongol.
Maka, tak heran, ketika pasukan Tatar-Mongol dibantai habis oleh pasukan Raden Wijaya, dan sisa-sisa kapal yang Cuma puluhan buah kembali ke negeri China tanpa membawa barang rampasan yang cukup berarti, maka Kekaisaran Mongol langsung bangkrut dan melemah, sehingga tak kuasa menghadapi pemberontakan Raja-raja asli China yang ingin memerdekakan diri dari jajahan Mongol selama puluhan abad.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari. Raden Wijaya sendiri merupakan menantu dari Kertanegara, Raja Singosari terakhir yang digulingkan oleh Jayakatwang. Raden Wijaya juga dianggap masih keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal dan suaminya yaitu Rakeyan Jayadarma, raja kerajaan Sunda. Pada tahun 1293, Raden Wijaya diangkat menjadi Raja Majapahit dan juga menjadi raja pertama Majapahit dan mendirikan benteng di desa Majapahit yang telah berubah menjadi kerajaan Majapahit.
Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk yang didukung oleh perdana menteri yang sangat taat kepada raja, yaitu Mahapatih Gajahmada yang terkenal dengan sumpah Amukti Palapa. Mahapatih Gajahmada menyatakan sumpahnya yang terkenal dengan sumpah Amukti Palapa, yang isinya yaitu : bahwa ia tidak akan merasakan palapa, sebelum daerah seluruh nusantara ada di bawah kekuasaan Majapahit. Atau bagi orang Jawa, disebut mutih. Di bawah kerajaan Majapahit, wilayah kekuasaan Singasari dahulu diperluas lagi.
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Dalam catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga.
Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata. Raja di Jawa disebutkan memiliki istana yang luas dan mewah. Tangga-tangga istana dan juga interiornya berlapis emas dan perak. Atap istana berlapis emas. Odoric juga mencatat kalau raja-raja dari Mongol berkali-kali menyerang kerajaan itu, tetapi selalu bisa dipatahkan dan dipukul balik.
Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul Abang Putih). Majapahit mempunyai bendera kerajaan yaitu bendera Merah-Putih (gula kelapa). Gula warna merah artinya berani, dan kelapa warna putih artinya suci. Kelak bendera merah putih juga menjadi bendera negara Indonesia.
Negarakertagama dalam pupuh XVI/5 menegaskan bahwa Majapahit memelihara angkatan laut yang sangat besar untuk melindungi daerah-daerah bawahan dan menghukum pembesar daerah bawahan yang membangkang terhadap pemerintah pusat. Dalam buku Majapahit Peradaban Maritim oleh Irawan Djoko Nugroho disebutkan jumlah armada Jong Majapahit ketika itu mencapai 400 kapal. Setiap kapal perang Majapahit bersenjatakan meriam Jawa yang disebut cetbang Majapahit. Terdiri dari beberapa ukuran (1 meter hingga 3 meter), menggunakan mesiu jenis low explosive berdaya bakar tinggi.
berkisar abad ke-14, Majapahit menyerang Palembang setelah kerajaan Sriwijaya melemah. Salah satu pangeran dan panglima perang di Palembang yakni Parameswara tidak mau tunduk kepada Majapahit. Dia pun bersama Sang Nila Utama meninggalkan Palembang. Mereka lari ke pulau Tumasik (Singapura), lalu ke Malaka. Di sana dia membangun kerajaan, yang kini menjadi Malaysia.
Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Kerajaan Majapahit terlibat perang perebutan takhta pascakematian Hayam Wuruk dan akhirnya mengalami kemunduran. Tahun 1401-1406 pecah Perang Paregreg. Perang Paregreg adalah perang antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Perang saudara ini dimenangkan oleh Wikramawardhana. Perang Paregreg yang cukup lama dan menghabiskan banyak sumber daya membuat Majapahit melemah. Setelah Perang Paragreg, daerah-daerah bawahan di luar Jawa banyak yang lepas tanpa bisa dicegah karena kekuatan militer Majapahit diprioritaskan untuk menghadapi perang saudara. Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut kerajaan Cina. Lalu disusul lepasnya Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar-bandar perdagangan ramai, yang merdeka dari Majapahit. Kemudian lepas pula daerah Brunei. Sehingga saat Wikramawardhana meninggal di tahun 1428, kerajaan Majapahit yang besar dan bersatu sudah tidak ada lagi.
Majapahit tiga kali mengalami pertikaian tahta di antara keluarga kerajaan. Pertikaian pertama berlangsung 30 tahun (1376–1406) ketika kadaton wetan memisahkan diri dari pusat pemerintahan. Pertikaian kedua terjadi pada tahun 1453-1456 sehingga Majapahit tidak mempunyai raja selama tiga tahun. Pertikaian terakhir tahun 1468–1478 menyebabkan keruntuhan Majapahit.
Di pulau Jawa, orang majapahit saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Kerajaan Majapahit. Majapahit runtuh tahun 1478, ketika Girindrawardhana memberontak dari Majapahit dan menamakan dirinya sebagai raja Wilwatikta Daha Janggala Kediri. Wilwatikta adalah nama lain Majapahit. Tahun peristiwa tersebut ditulis dalam Candrasangkala yang berbunyi “Hilang sirna kertaning bhumi”. Candrasengkala tersebut menggambarkan gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Pada tahun 1478, memang terjadi penyerbuan terhadap Majapahit. Seperti yang tertulis dalam prasasti Duku dan Jiyu I yang berangka tahun Saka 1408 (1486 M). Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Sri Bathara Girindrawardhana Dyah Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Sejarawan Mr. Moh. Yamin dalam bukunya “Gajah Mada” juga menyebutkan bahwa runtuhnya Brawijaya V raja Majapahit terakhir, akibat serangan Ranawijaya.
Kevakuman kekuasaan akibat runtuhnya Majapahit dimanfaatkan oleh Demak. Kesultanan Demak Lahir pada saat Kerajaan Majapahit berada pada masa kemundurannya. Demak dibawah pimpinan Raden Patah dianggap sebagai penerus Majapahit. Raden Patah adalah Putra kerajaan Majapahit dari prabu Brawijaya Kertabumi (Bre Kertabumi) dengan Putri Cina dari Dinasti Ming. Setelah takhta ayahnya jatuh ke tangan Girindrawardhana, Kesultanan Demak memerangi Daha, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Akibatnya, terjadi peperangan antara Demak dan Daha pimpinan Girindrawardhana dan keturunannya yang bernama Prabu Udara hingga tahun 1518. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh Pati Unus. Pada tahun 1518-1521 Kerajaan Demak yang di Pimpin Oleh Pati Unus menyerang Daha dengan dua bala tentara yang satunya dipimpin oleh seorang Imam Demak yaitu Rahmattullahi namun gagal. Serangan selanjutnya dilakukan oleh Djafar al-Sidiq (Sunan Kudus), putra imam yang telah gugur sebelumnya. Akhirnya Kerajaan Majapahit di Daha runtuh. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M. Penulis Italia Antonio Pigafetta yang menulis buku ”Primo Viaggio Intorno al Mondo” menulis, ”Majapahit (rajanya yang bernama Pati Unus, ketika masih hidup, ia adalah raja yang paling berkuasa)”. Penulis Italia Antonio Pigafetta masih menganggap Pati Unus adalah salah satu Raja Majapahit padahal Pati Unus adalah Sultan Demak II yang memerintah tahun 1518 hingga tahun 1521. .
Tahun 1588 Demak lenyap. Setelah Demak hancur dan diganti Pajang, selanjutnya kekuatan utama di Jawa diteruskan oleh Mataram yang merupakan pendahulu kerajaan/kesultanan di Yogyakarta dan Surakarta sekarang.
Makassar
Kerajaan Gowa-Tallo atau Makassar adalah salah satu Kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara. Wilayah kekuasaan Kerajaan Makassar pada pertengahan abad XVII dapat meliputi sebagian besar kepulauan Nusantara bagian Timur, seluruh Sulawesi, Sula, Dobo,Buru-Kepulauan Aru Maluku di sebelah timur, termasuk Sangir, Talaud, Pegu, Mindanao di bagian utara, Timor, Sumba, Flores, Sumbawa, Lombok-Nusa Tenggara di sebelah selatan, serta Kutai dan Berau di Kalimantan Timur sebelah Barat bahkan sampai Marege-Australia Utara.
Makassar sudah dikenal dan tercantum dalam lembaran Syair 14 (4) dan (5) Kitab Negarakertagama karangan PRAPANCA (1364) sebagai Daerah ke-VI Kerajaan Majapahit di Sulawesi. Kemunduran Kerajaan Majapahit akibat adanya kekacauan politik serta perang saudara di dalam kerajaan membuat wilayah-wilayah jajahannya terbengkalai. Banyak wilayah jajahan Majapahit melepaskan diri sepenuhnya dari Majapahit dan menjadi Kerajaan tersendiri.
Kerajaan Makassar merupakan kerajaan yang berdiri di Sulawesi. Kerajaan Makassar merupakan gabungan dari kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Sebelumnya Kerajaan Gowa dan Tallo pernah berada dalam kekuasaan Kerajaan Siang. Menurut catatan Portugis dari Abad XVI, Tallo pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa dan Gowa sendiri mengakui Kerajaan Siang sebagai kerajaan yang “lebih besar” dan lebih kuat dari mereka. (Andaya, 2004). Pada pertengahan Abad XVI, Kerajaan Siang menurun pengaruhnya oleh naiknya kekuatan politik baru di pantai barat dengan pelabuhannya yang lebih strategis, Pelabuhan Somba Opu. Kerajaan itu tak lain Kerajaan Gowa, yang mulai gencar melancarkan ekspansi pada masa pemerintahan Karaeng Tumapakrisika Kallonna. Persekutuan Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya membawa petaka bagi Siang, sampai akhirnya mati dan terlupakan, di penghujung Abad XVI. (Pelras 1977 : 252-5).
Kerajaan Makassar mulai berkembang sejak Tumapa'risi Kallona memperluas daerah kerajaannya dengan menaklukkan beberapa kampung atau kerajaan kecil. Tumapa'risi Kallonna memerintahkan pula membangun beberapa benteng di pesisir pantai yang merupakan benteng pertahanan memanjang dari utara ke selatan. Pada masa itu Makassar mempunyai belasan benteng pertahanan, dan benteng Somba Opu merupakan yang paling besar. Bahkan Ilmuwan Inggris, William Wallace, menyatakan, Benteng Somba Opu adalah benteng terkuat yang pernah dibangun orang nusantara.
Kerajaan Makassar selanjutnya berkembang menjadi kerajaan Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Ma’towaya Tumamenanga Ri Agamanna (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1591 – 1638 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin, kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Pada pertengahan abad ke-17, Makassar adalah bandar niaga paling ramai di Nusantara. Untuk transaksi rempah-rempah, pelabuhan ini bahkan menjadi kiblat pedagang dari Asia dan Eropa.
Guna memperkuat posisi kerajaan Islam yang baru terbentuk di kawasan timur nusantara itu, Kerajaan Gowa-Tallo mulai menjalin kerjasama dengan kerajaan Islam lainnya, khususnya Kesultanan Mataram di Jawa. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara disebutkan, seorang penguasa Gowa-Tallo mempersunting putri dari Kesultanan Mataram. Selain itu, penguasa Gowa-Tallo pada sekitar 1630 mengirim berbagai hadiah melalui utusan yang datang ke Kesultanan Mataram.
Makassar memiliki pelabuhan yang ramai dan strategis karena merupakan pelabuhan transito perdagangan antara Malaka dan Maluku serta banyaknya pedagang dari Portugis, Makao, Cina, Jepang, Sailan, Gujarat, menyusul kemudian pedagang dari Inggris dan Denmark.
Makassar memiliki pasukan yang besar. Besarnya pasukan kerajaan Makassar bisa dilihat dari catatan sejarah. Seorang pelaut Portugis, Antonio de Paiva mencatat pertemuannya dengan Baginda Sultan Malikkussaid (Raja Gowa ke-15) yang dikawal tidak kurang dari 1.182 (seribu seratus delapan puluh dua) kapal perang Kerajaan Gowa-Tallo yang menyertai Baginda Sultan Malikussaid saat melakukan pelayaran ke Daerah Maje'ne.
Selain itu dalam Lontara Bilang Gowa, tercatat pada 30 April 1655, Sultan Hasanuddin berlayar ke Mandar terus ke Kaili dikawal 183 perahu. Perjalanan Sultan Hasanuddin ke Maros, 29 Desember 1659 dikawal 239 perahu. Ketika ke Sawitto, 8 Nopember 1661 Sultan Hasanuddin dikawal 185 perahu. Dan pada bulan Oktober 1666, Sebanyak 450 perahu digunakan mengangkut sekitar 15.000 lasykar Kerajaan Gowa ke Pulau Buton.
Pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669), Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Sultan Hasannudin menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan.
Belanda yang ingin menguasai seluruh Nusantara termasuk Kerajaan Makassar mendapat perlawanan dari Kerajaan Makassar yang menimbulkan pertempuran baik di laut maupun di daratan. Terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Pada tahun 1633, Belanda mengepung pelabuhan Makasar dengan jalan blokade dan sabotase, tetapi sia-sia. Kemudian pada tahun 1654 sekali lagi Belanda mengerahkan armadanya yang besar untuk menyerang Makasar namun Makassar berhasil memukul mundur armada Belanda.
Makassar memang sulit dikalahkan tapi upaya adu domba Belanda lah yang berhasil meruntuhkan kerajaan Makassar. Belanda kemudian mengundang Aru Palaka, Sultan Bugis di Bone untuk datang ke Batavia dalam rangka kerjasama, politik dan militer. Perjanjian itu menyepakati bahwa Aru Palaka dan Belanda akan bersama-sama menyerang Makasar. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666 – 1667, dimana perang ini adalah perang terbesar disaat itu. Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Dilain pihak pasukan Kerajaan Makassar dipimpin oleh Karaeng Lengkese, Karaeng Karunrung dan Maradia Balanipa dengan jumlah pasukan semua kurang lebih 30.000 orang. Dengan tekanan yang demikian berat akhirnya Belanda mampu memaksa Gowa Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya (1667). Makassar atau Gowa Tallo akhirnya menyerah kepada Belanda pada tahun 1669. Kerajaan Makassar runtuh setelah diserbu kekuatan gabungan rakyat Bone di bawah pimpinan Aru Palakka dan VOC di bawah pimpinan Cornelis Speelman.
Sore menjelang malam pada 24 Juni 1669, Benteng Somba Opu akhirnya jatuh ke tangan VOC (baca: Kompeni-Belanda). Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape alias Sultan Hasanuddin dipaksa turun takhta.
Pieter Van Dam (seorang penulis VOC pada abad ke-XVII) menguraikan dalam bukunya, “Beschrijving van de Oost-Indische Compagnie 2de Boek 5de Capittel” (Uraian Kompeni Hindia Timur Buku ke2 Bab ke5), bahwa : “Kerajaan Makassar, terletak di pulau besar Celebes, sebelum ini sangatlah termahsyur. Pertama karena perniagaannya, …….. selain dari pada itu karena keunggulannya berperang yang sangat hebat”. Pada bagian lain bukunya tersebut, ia mengatakan : “… orang-orang arif yang mengenal keadaan Makassar, menganggap adalah suatu yang mustahil, pun orang-orang Muslim dan kafir dimana saja di kawasan Timur tidak dapat percaya, bahwa orang-orang Belanda Akan dapat mengalahkan Makassar, bahkan dunia akan kiamat sebelum Makassar terkalahkan. Oleh karena orang Makassar terkenal sebagai yang paling berani, paling unggul berperang di seluruh Hindia, suatu bangsa tak ada taranya dan sanggup mengerahkan lasykar ratusan ribu jumlahnya, yang bersenjatakan meriam dan bedil berpeluru berbisa serta dapat menembak sekeping uang kelip dengan tepat pada jarak 30 langkah.” (terjemahan Sejarawan La Side’ Daeng Tapala, Gowa , Kekuatan Maritim Kawasan Timur Nusantara Abad ke-16 dan 17, Bingkisan Budaya Sulawesi Selatan, YKSST-1977).
Kerajaan Gowa-Tallo runtuh. Makassar pun tak lagi jadi kiblat perdagangan anak-anak negeri di wilayah timur Nusantara. Bukan saja harus mengakui kekuasaan Belanda, Sultan Hasanuddin dan pengikutnya juga dipaksa mematuhi Perjanjian Bongaya (1667) serta perjanjian-perjanjian sebelumnya (1660).
Hindia belanda
Terpecah belahnya Nusantara menyebabkan bangsa asing dari benua Eropa, yaitu Belanda dapat menjajah dan menguasai nusantara. Jajahan Belanda di wilayah Nusantara ini disebut dengan Hindia Belanda. Walau Hindia Belanda merupakan negara yang dibentuk asing tapi sejarah mencatat bahwa negara Hindia Belanda pernah berdiri di wilayah Nusantara ini.
Hindia Belanda ini sangat luas. Perbatasan Hindia-Belanda dengan negara tetangganya ditentukan dengan perjanjian-perjanjian antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan Sarawak (protektorat Inggris di bawah dinasti Brooke "the White Rajah"), Borneo Utara Britania (Sabah), Timor Portugis (Kerajaan Portugis), Papua Nugini Utara (Kekaisaran Jerman), dan Papua Nugini Selatan (Kerajaan Inggris).
Sejarah mulainya berdiri Hindia Belanda dimulai dari kedatangan bangsa Eropa ke wilayah Nusantara. Pada permulaan abad XVII, mulai bermunculan kapal-kapal Bangsa Eropa di perairan Nusantara. Bangsa Eropa berusaha mencari jalan ke wilayah yang kaya akan rempah-rempah, yang pada waktu itu sangat mahal di Eropa. Bangsa Portugis dianggap merupakan bangsa Eropa pertama yang memasuki nusantara. Portugis masuk melalui Malaka, mencoba menguasai Banten dan Sunda Kelapa tapi berhasil diusir oleh tentara Demak pada 1526, yang dipimpin oleh Fatahillah. Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Di Maluku, Portugis juga berhasil diusir dari Ternate oleh Sultan Babullah. Portugis kemudian diusir dari Ternate dan pindah ke Ambon.
Setelah Portugis, Spanyol ikut masuk ke tanah Nusantara dengan melakukan ekspedisi yang dipimpin oleh Ferdinand de magelhaen dan yuan Sebastian del cono sampai Filiphina tahun 1521 yang kemudian tiba ke wilayah Maluku. Portugis merasa tidak senang bersaing dengan Spanyol di Tidore. Pada tahun 1529 melalui Perjanjian Saragosa, Spanyol harus kembali ke Filipina sedangkan Portugis tetap di Maluku. Spanyol juga sempat ingin menjajah Minahasa di Sulawesi Utara namun perlawanan rakyat Minahasa membuat Spanyol berhasil dipukul mundur ke Filipina.
Pada tahun 1555 kerajaan Demak runtuh akibat perebutan tahta. Runtuhnya Demak memudahkan para penjajah eropa untuk menguasai laut Nusantara. Karena sebelumnya Demak yang memiliki armada laut yang kuat dapat menghalau penjajah Eropa dari Nusantara. Kesempatan ini dimanfaatkan kekuatan asing untuk ganti menguasai laut nusantara.
Penjelajahan dan penjajahan pada abad ke-16 yang dirintis oleh Portugis dan Spanyol menggoda Belanda untuk berbuat serupa. Belanda sendiri sebelumnya adalah bagian dari Kerajaan Spanyol. Belanda semula dijajah Spanyol. Dalam perang yang berlangsung 80 tahun akhirnya Belanda berhasil membebaskan diri pada tahun 1568, setelah armada Spanyol dipukul mundur oleh armada Inggris Sir Francis Drake. Sebagai jajahan Spanyol , pelaut Belanda terlibat dalam pencarian rempah rempah ke Nusantara yang dilakukan pelaut Spanyol Ferdinand de Magelhaens dan Juan Sebastian de Elcano pada tahun 1521. Maka ketika Belanda terbebas dari Spanyol, kemampuan itu tidak disia siakan. Tahun 1596, Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman tiba di Nusantara. Jejak Houtman diikuti oleh puluhan bahkan ratusan saudagar Belanda yang mengirimkan armada mereka ke Hindia Timur atau Nusantara.
Belanda tidak langsung datang memerangi dan menjajah Nusantara ketika datang. Mereka awalnya datang sebagai pedagang. Belanda mulai menguasai Nusantara sebagai sebuah perusahaan dagang multinasional: VOC. VOC singkatan dari Vereenigde Oostindische Compagnie yaitu sebuah persekutuan dagang Hindia Belanda. Belanda membentuk VOC tahun 1602. Sebagai perusahaan, VOC jelas hanya memburu laba yang dilakukannya melalui monopoli serta kekerasan.
Portugis, Spanyol, dan Belanda harus bersaing demi mendapatkan Nusantara. Pada akhirnya, Belanda keluar sebagai pemenang dan Portugis hanya menguasai Malaya dan Spanyol di Filipina.
VOC ingin menguasai pusat-pusat perdagangan, seperti Batavia, Banten, Selat Sunda, Makasar, Maluku, Mataram (Jawa), dan berbagai daerah strategis lain. Dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit, Belanda mengadu domba raja-raja di nusantara sehingga mereka terhasut dan terjadilah perang saudara dan perebutan tahta kerajaan. Belanda dapat menguasai Nusantara karena politik kejam mereka yaitu politik adu domba.
Wilayah di Nusantara yang pertama dikuasai Belanda adalah Ambon pada 1605, mereka rebut dari Portugis. Pada 1619 giliran Jayakarta (kini Jakarta) direbut dan diubah dengan nama Batavia. Setelah berpusat di Batavia, VOC melakukan perluasan kekuasaan dengan pendekatan serta campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Kemudian beberapa pulau di Maluku, seperti Banda, diserang dan diduduki oleh Belanda. Para pemimpin Banda dibunuh, dan seluruh rakyatnya yang hidup dibawa ke Batavia untuk dijual sebagai budak. Belanda berhasil menaklukan satu per satu wilayah Indonesia yang lain yaitu: Makasar (1667), Semarang (1678), Banten (1684), mendapat kedudukan di Padang (1663) dan di Manado (1679).
Di Pulau Jawa, Belanda mendapat perlawanan kuat dari Kerajaan Mataram. Sultan Agung hampir saja dapat mengalahkan VOC di Batavia. Mataram sebagai negara pertanian yang padat penduduknya sanggup mengerahkan angkatan daratnya yang kuat, tetapi serangan-serangan Mataram terhadap Batavia (tahun 1628 dan tahun 1629) mengalami kegagalan. Hal itu dikarenakan tidak adanya dukungan dari angkatan laut Mataram yang lemah dan sedikit itu.
Akhirnya VOC berhasil juga menembus ke ibukota Mataram dengan cara mengadu-domba sehingga kerajaan Mataram berhasil dikendalikan VOC. VOC berhasil menaklukan Mataram melalui politik devide et impera, kerajaan Mataram dibagi dua melalui perjanjian Gianti tahun 1755. Sehingga Mataram yang luas hampir meliputi seluruh pulau Jawa akhirnya terpecah belah :
1. Kesultanan Yogyakarta, dengan Mangkubumi sebagai raja yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I.
2. Kasunanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku Buwono III.
VOC memasuki periode kemunduran dan akhirnya dibubarkan Belanda pada 31 Desember 1799. Pemerintah Belanda lalu menyita semua aset VOC untuk membayar utang-utangnya, termasuk wilayah-wilayah yang dikuasainya di Nusantara, seperti kota-kota pelabuhan penting dan pantai utara Pulau Jawa. Selama satu abad kemudian, Hindia Belanda berusaha melakukan konsolidasi kekuasaannya mulai dari Sabang-Merauke.
Pada tahun 1800 sampai dengan 1816 pusat kerajaan Belanda di eropa berada di bawah kekuasaan Pemerintah Boneka Perancis. Hal ini karena Francis berhasil menguasai Belanda. Belanda berhasil dikuasai Kekaisaran prancis dibawah kekuatan militer Napoleon yang terkenal kuat pada saat itu.
Hindia Belanda sempat secara tidak langsung berada di bawah kekuasaan Prancis. Prancis pada masa Napoleon sempat menguasai pusat kerajaan Belanda di eropa. Pada tahun 1806, Raja Louis Napoleon diangkat menjadi raja Belanda, sehingga pada tahun 1808, Pemerintahan Belanda yang dikuasai Perancis menunjuk Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Tugas utama Daendels saat itu adalah mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris.
Hindia Belanda yang dalam kekuasaan Perancis kemudian menghadapi serangan yang dilancarkan Inggris. Janssens menggantikan Daendels pada 16 Mei 1811 menjadi gubernur jenderal di Hindia Belanda mencoba mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
Dalam pertengahan tahun 1811, armada Inggris, dengan kekuatan 100 kapal dan 12.000 tentara dibawah Jenderal Auchmuty mendarat dipantai Cilincing. Tentara Belanda tidak mampu untuk menghadapi kekuatan pasukan Inggris. Di Desa Tuntang (dekat Salatiga), Belanda menyerah kalah kepada Inggris.
Akhirnya Inggris berhasil menguasai Hindia Belanda sehingga antara 1811-1816, Pemerintah Hindia Belanda sempat diselingi oleh pemerintahan interregnum (pengantara) Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Setelah Perancis kalah perang (1814) dari Inggris, sesuai dengan perjanjian kongres Vienna (1815), Perancis menyerahkan kedaulatan wilayah Belanda kembali ke orang Belanda sendiri. Kepulauan Nusantara yang tadinya dikuasai oleh Inggris, juga diserahkan dari Inggris ke Belanda, tahun 1816.
Pada tanggal 19 Agustus 1816 Inggris berdasarkan Perjanjian London menyerahkan kembali kekuasaannya di Nusantara kepada Belanda yang saat itu sudah lepas dari kekuasaan Perancis.
Selama seratus tahun dari mulai terbentuknya Hindia Belanda pascakeruntuhan VOC (dengan dipotong masa penjajahan Inggris selama 5 tahun tersebut), Belanda harus berusaha keras menaklukkan berbagai wilayah di Nusantara hingga terciptanya Pax Neerlandica (Pax=perdamaian; Neerlandica=daerah kekuasaan Nederland). Sampai abad ke 19, Belanda masih belum bisa menaklukan semua daerah Nusantara. Seperti pendapat GJ Resink Tahun 1987 dalam bukunya Raja dan Kerajaan Yang Merdeka Di Indonesia Tahun 1850-1910. Disebutkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1850 hingga 1910, masih banyak daerah di Nusantara yang masih merdeka atau belum diduduki oleh Kolonial Belanda.
Belanda membutuhkan waktu 300 tahun untuk menguasai seluruh Nusantara. Beberapa kerajaan baru berhasil ditaklukkan Belanda di tahun 1900-an. Kalimantan baru dikuasai Belanda tahun 1824 berdasarkan Treaty of London. Aceh takluk pada tahun 1904 diikuti oleh Sumatra Utara tahun 1907.
Belanda yang hanya negara kecil bisa menguasai nusantara (meskipun dengan korban nyawa dan biaya yang tidak sedikit) disamping persenjataannya lebih modern, juga taktik yang digunakan. Kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan yang ada masing-masing berdiri sendiri-sendiri, sehingga mudah bagi Belanda mengalahkannya. Dari sulthan-sulthan yang berhasil dibujuk atau dipaksa itulah Belanda mendapatkan hak pemakaian tanah atau merampas dan menguasainya. Belanda juga menerapkan politik pecah belah dengan cara mengadu domba bangsa nusantara hingga lemah, dan menguasainya. Dengan tipu muslihat yang licik Belanda juga membuat perangkap perundingan damai, mengundang pemimpin-pemimpin, kemudian menangkap dan membuang mereka di pengasingan.
Belanda juga merekrut tentara dari orang-orang Nusantara sendiri untuk memerangi sesama bangsa Nusantara. KNIL (Het Koninklijke Nederlancshe Indische Leger (1830 – 1950) adalah tentara yang dipakai Belanda untuk menguasai dan mengatur nusantara. Anggota KNIL tidak hanya orang Belanda (Eropa), tetapi juga penduduk pribumi terutama Jawa dan Ambon.
Sewaktu menjajah, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. Belanda pada masa itu menjadi negara paling makmur di dunia. Berkat apa yang disebut Indische baten (keuntungan Hindia), Belanda bisa membangun jaringan kereta api yang sampai sekarang masih dipergunakan. Demikian pula dua jalan air penting Belanda, Noordzeekanaal dan de Nieuwe Waterweg, dibangun dengan keuntungan Hindia itu. Hasil dari penjajahan dalam jangka panjang itu menyebabkan Belanda mampu membangun kota Amsterdam, Rotterdam, dan kota-kota lain berikut infrastrukturnya. Sebaliknya bagi orang Nusantara zaman penjajahan merupakan “The Dark Era” atau zaman kegelapan.
Belanda tidak bisa bertahan menguasai Nusantara. Bahkan negara Belanda di wilayah eropa ditaklukkan Jerman. Belanda menyerah pada militer Jerman, 15 Mei 1940 atau sehari setelah Kota Rotterdam dijadikan lautan api oleh kekuatan “Luftwaffe” (Angkatan Udara Jerman).
Jepang, sekutu Jerman di Asia akhirnya juga menyerang Hindia Belanda. Penjajahan Belanda di bumi Nusantara resmi berakhir pada 9 Maret 1942, yaitu ketika pemerintah Hindia-Belanda menyerah kepada tentara Jepang, dan menyerahkan jajahannya, Netherlands-Indië, kepada Jepang.
Tanggal 9 Maret 1942 adalah tanggal secara resmi berakhirnya penjajahan Belanda di Bumi Nusantara. Pada 9 Maret 1942, bertempat di Lanud Kalijati, Panglima Tertinggi Tentara Belanda di Hindia Belanda, Letnan Jenderal Hein Ter Poorten, mewakili Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Tjarda van Starckenborgh-Stachouwer, menandatangani dokumen ‘Menyerah-Tanpa-Syarat’ kepada balatentara Dai Nippon yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, dan menyerahkan seluruh wilayah jajahannya -Hindia Belanda- kepada Jepang. Sejak tanggal tersebut, Belanda telah kehilangan haknya atas wilayah Hindia-Belanda. Sesudah Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, maka wilayah Hindia-Belanda bukanlah wilayah jajahan Belanda lagi.
Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Wilayah Indonesia meliputi bekas wilayah Hindia Belanda dulu. Indonesia sempat menggabungkan Timor-timor, namun kemudian Timor-timur memisahkan diri. Tanpa Timor-timur, Indonesia masih tetap luas. Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote. Indonesia yang seluas 1.919.440 km2 (daratan saja) menempati urutan Negara terluas ke-15 di dunia. Sedangkan Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Begitu luasnya wilayah Indonesia ini.
Menurut sejarahnya sebenarnya Indonesia bukanlah terlahir sebagai hasil suatu pemberontakan terhadap Belanda, melainkan lahir sesudah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Jepang. Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 kota Hirosima dan Nagasaki dibom oleh Sekutu. Serangan itu menyebabkan Jepang menyerah kepada sekutu. Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan vacuum of Power (kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia). Kekosongan kekuasaan tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia diproklamasikan 17 Agustus 1945 oleh Sukarno dan Hatta. Republik Indonesia adalah Negara pertama yang lahir sesudah berakhirnya Perang Dunia II.
Soekarno dan Mohammad Hatta lalu naik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang baru merdeka. Ayah Sukarno seorang guru bernama Raden Soekeni Sosrodihardjo. berdasarkan buku Ayah Bunda Ir Sukarno, masih merupakan keturunan Sultan Hamengkubuwono raja Yogyakarta sebagai salah satu pecahan Mataram.
Tapi dalam waktu satu bulan dari proklamasi kemerdekaan Soekarno-Hatta, tentara Inggris mulai mendaratkan pasukannya di Jakarta untuk membantu memulihkan pemerintahan kolonial Belanda. Pada saat itu pejuang Indonesia juga melakukan pertempuran dengan sisa pasukan Jepang untuk melucuti senjata para tentara Jepang.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda kembali mempersiapkan serangan ke Indonesia, dengan membonceng tentara sekutu, Belanda mendarat di Banten dan melancarkan serangan ke Jakarta. Tujuan Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu dan pasukan NICA tiba di Indonesia dan mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok. Tentara Sekutu membantu NICA yang ingin membatalkan kemerdekaan Indonesia.
Perang Kemerdekaan Indonesia adalah perang yang paling mengejutkan dunia setelah Perang Dunia ke 2. Dengan hanya bermodal senjata peninggalan Jepang, TNI sukses meladeni Inggris. Hanya untuk menguasai kota Surabaya yang hanya dipertahankan 20.000 tentara dan milisi yang bersenjatakan peninggalan Jepang. Inggris butuh 30.000 prajurit tempur termasuk Prajurit Gurkha, yang didukung artileri Tank, pesawat dan meriam kapal laut.
Kisah heroic pejuang-pejuang kita ini, terekam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tentara inggris menyebut “Battle of Surabaya” sebagai “inferno” atau neraka di timur Jawa dimuat majalah New York Times edisi 15 November 1945. Dalam perang lima tahun dengan NAZI, Inggris tidak pernah kehilangan satu Jenderal pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat seorang Jenderal terbunuh. Inilah yang membuat marah Inggris. Di Singapura para panglima Inggris berkumpul. “Kita sudah kalah di Surabaya” kata seorang Panglima….
Inggris boleh jumawa menang menguasai kota, tapi nama pasukan Inggris tercoreng luar biasa. Sebagai pemenang PD II, hanya untuk menaklukkan kota kecil mereka kehilangan 2 Jenderal dan 2.000 pasukan.Pertempuran besar lainya seperti Medan Area, Bandung lautan api, Perang Jong Celebes Westerling dll telah membuat Inggris malu dan menarik diri dari perang di Indonesia. Pada tanggal 20 November 1946 tentara Inggris sebagai wakil sekutu mulai menyerahkan persoalan Indonesia kepada Belanda. Inggris mulai meninggalkan Indonesia, kota-kota yang di duduki diserahkan kepada Belanda.
Pertempuran antara Indonesia dan Belanda meluas berkobar di mana-mana. Untuk mengatasi ini, Inggris menganjurkan agar kedua negara mengadakan perundingan.Dengan perantaraan Inggris tercapailah perundingan/Persetujuan Linggajati. Persetujuan ini ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947.
Belanda kemudian melanggar Persetujuan Linggajati. Pada tanggal 20 Juli 1947, van Mook mengumumkan bahwa pihak Belanda tidak mau berunding lagi dengan Indonesia. Belanda tidak terikat lagi dengan Perjanjian Linggarjati. Pada tanggal 21 Jui 1947 pukul 00.00 Belanda melancarkan agresi atau serangan militer yang pertama kepada Indonesia. Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang daerah-daerah Republik Indonesia. Serangan militer ini dikenal dengan nama Agresi Militer I. Dalam Agresi Militer I ini, Belanda berhasil menguasai Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah sebelah utara, sebagian Jawa Timur, Madura, dan sebagian Sumatera Timur. Setelah Belanda melakukan agresi militernya yang pertama, ibukota Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta
Mengingat situasi keamanan yang semakin memburuk di Jakarta, Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 4 Januari 1946 pindah ke Yogyakarta, dan kemudian ibukota Republik Indonesia pun turut pindah ke Yogyakarta
Sehingga pada awal tahun 1946 Presiden Sukarno mengirimkan telegram kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk menanyakan apakah Yogyakarta sanggup menerima pemerintahan RI, karena situasi di Jakarta sudah tidak memungkinkan untuk menjalankan pemerintahan akibat serangan Belanda. Telegram ini segera disanggupi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sehingga pada tanggal 4 Januari 1946, Yogyakarta resmi menjadi ibukota pemerintahan Indonesia.
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB mendesak Indonesia dan Belanda untuk mengadakan gencatan senjata. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan gencatan senjata. Dengan demikian, berakhirlah Agresi Militer Belanda yang pertama.
Pada tanggal 18 Desember 1948, Dr. Beel menyatakan bahwa pihak Belanda tidak mengakui dan tidak terikat lagi dengan perjanjian Renville Oleh karena itu Belanda merasa bebas melaksanakan agresi terhadap Republik Indonesia. Belanda dengan seluruh kekuatan melakukan Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948 dengan menyerbu Yogyakarta.
Dalam waktu yang relatif singkat, Yogyakarta dapat dikuasai Belanda. Para pimpinan RI ditangkap Belanda. Para pemimpin RI yang ditangkap Belanda antara lain Soekarno, Hatta, Syahrir, Agus Salim, Mohammad Roem, dan A.G. Pringgodigdo. Mereka diterbangkan ke Prapat, Sumatera. Presiden Soekarno sebelum ditawan memberi kuasa kepada Safruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk pemerintahan darurat (Pemerintah Darurat Republik Indonesia/PDRI) di Bukit Tinggi (Sumatera Barat).
Belanda mengira dengan jatuhnya ibu kota yogyakarta,pasukan TNI sudah habis ternyata dugaan bangsa belanda meleset bahwa sahnya pasukan TNI belum habis dan dengan waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil menyesuaikan dengan kondisi yang ada dan mulai bergerak dan memberikan serangan balik terhadap pihak belanda dan serangan yang paling dikenal yang dilakukan pihak TNI terhadap pihak belanda adalah serangan umum 1 maret 1949 terhadap kota yogyakarta.
Pada 1 Maret 1949, Jenderal Sudirman berserta seluruh pasukan Gerilya sukses merebut kembali Jogjakarta. Dan dunia pun sadar tentang kekuatan militer Indonesia, tanpa bantuan dari negara asing, TNI siap untuk terus berperang dalam jangka panjang. Mau gerilya atau perang kota pun siap dilayani.
Akibat dari perbuatan ini, seluruh dunia kembali mengecam Belanda karena belum juga menunjukkan iktikad baik dalam memecahkan permasalah kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya pada Mei 1949, Belanda bersedia mengadakan perudingan Roem-Roeyen sebagai usaha meredam diri dari hujatan dunia. Akhirnya tepat pada tanggal 23 Agustus 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia (Serikat) dalam perjanjian KMB di Den Haag. Penandatangan pengakuan kedaulatan dan penyerahan kekuasaan diselenggarakan kemudian di Istana Gambir (Merdeka), Jakarta, pada tanggal 27 Desember 1949.
Akhirnya, Indonesia berhasil mengalahkan bangsa-bangsa imperialis terbesar dunia, Jepang, Belanda, dan Inggris dengan senjata dan diplomasi.
Setelah merdeka, Indonesia kemudian membuat pasukan militer yang tangguh untuk mempertahankan Indonesia. Kelahiran militer di Indonesia menurut para ahli sejarah, berasal dari tiga sumber yang berbeda. Pertama, sejumlah perwira yang jumlahnya tidak begitu banyak dan merupakan hasil didikan Belanda sebelum tahun 1942 yang tergabung dalam KNIL (Koninklijk Nedelandsch Indische Leger). Kedua, perwira dalam jumlah besar yang dilatih penguasa pendudukan Jepang pada kurun waktu 1942 sampai 1945 yang ter gabung dalam PETA (Pasukan Pembela Tanah Air). Ketiga, para perwira yang menempuh karier kemiliterannya semasa pemerintahan Indonesia melaksanakan perang dalam mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 sampai 1949.
Untuk mempertahankan negaranya, Indonesia membentuk kekuatan militer yang kuat. Saat era presiden Sukarno, kekuatan militer Indonesia adalah salah satu yang terbesar dan terkuat di asia. Saat itu, bahkan kekuatan Belanda sudah tidak sebanding dengan Indonesia. Kekuatan utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salah satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Kapal ini dinamakan KRI Irian, dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia. Angkatan udara Indonesia juga menjadi salah satu armada udara paling mematikan di dunia, yang terdiri dari lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Dengan kekuatan militer ini, bangsa ini mampu mengusir Belanda yang saat itu masih mempertahankan Irian Barat.
Setelah masa Sukarno, bangsa Indonesia tetaplah kuat. Sempat mengalami krisis ekonomi pada masa akhir orde baru, kini Indonesia mencoba bangkit. Indonesia kini bahkan telah mampu membuat peralatan militer sendiri yang tidak kalah kehebatannya dengan produk dari luar. Saat ini saja Indonesia sudah mampu membuat senapan laras panjang canggih, panser, kapal patroli dan roket. Dengan dukungan besar dari pemerintah, Indonesia akan mampu membuat pesawat tempur hebat dan kapal perang mutakhir sendiri. Pada tahun 2015 menurut Global Fire Power kekuatan militer indonesia berada di peringkat 12 dunia (http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp).
Dengan 240 juta jiwa penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat dunia. Perekonomian dan kekuatan militer Indonesia terus berkembang. Namun Indonesia tetap menjadi incaran oleh kekuatan-kekuatan besar di dunia. Bangsa asing tentunya berusaha melemahkan Indonesia dengan berusaha memecah belah bangsa ini dengan mendukung gerakan separatis. Ketika Indonesia berhasil dipecah belah maka akan dengan mudahnya mereka menjajah bangsa Indonesia.
Kita harus mengambil pelajaran dari masa lalu. Beberapa kerajaan besar di Nusantara seperti Sriwijaya, Singasari dan Majapahit itu jatuh bukan karena serangan lawan, tetapi karena "perang saudara". Sedangkan Makassar juga mungkin masih akan berdiri jika saja Belanda tidak menggunakan politik adu domba. Kita bisa belajar dari sejarah, bahwa kekalahan bangsa kita ternyata bukan dari pasukan-pasukan luar melainkan dari dalam sendiri. Bangsa di Nusantara akan sulit dikalahkan jika bersatu. Bangsa Indonesia saat ini merupakan salah satu kekuatan besar yang patut diperhitungkan dunia.
Kita pernah mengalahkan tentara Mongol yang pada masanya adalah tentara paling kuat di dunia. Lebih jauh, bangsa ini bahkan mengalahkan kekuatan kolonialis-imperalis Belanda-Jepang-Inggris serta kekuatan komunisme. Bukan tidak mungkin suatu saat bangsa kita akan menjadi yang terbesar dan terkuat di dunia.
Dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment