Menikmati Tabaro Dange Khas Sulawesi Tengah di Donggala
Sabtu 2 Februari 2019 sore, saya diajak Pak Tonny S Mangitung untuk menikmati makanan khas Palu di Donggala. Tabaro Dange namanya, terbuat dari sagu dan santan kelapa yang dipanggang di atas tungki, dengan pilihan isi gula merah, ikan suwir dan ikan Rono/ teri.
Ketika kami sampai di deretan penjual dange ini, kami memilih penjual dange Teratai. Penjualnya bernama Hajania. Kami duduk lesehan di tikar plastik sambil menunggu penjual memasak satu persatu pesanan kami. Pesanan kami 7 rasa gula merah dan masing-masing satu ikan suwir dan ikan Rono.
Setelah pesanan siap, kami segera menikmati dange dalam kondisi panas. Rasanya gurih, dipadu dengan manis gula kelapa menjadi sangat nyamleng. Sepotong dange segera tandas kami nikmati. Ketika pesanan rasa lain datang, saya mencoba mencicipi rasa ikan suwir, berbagi dengan Restra Pindyawara. Ternyata, di lidah kami lebih enak yang rasa ikan suwir. Begitu juga ketika rasa ikan Rono datang, cukup nyamleng tali masih kalah enak dibandingkan dengan rasa ikan suwir .
Dange ikan suwir
Menurutku, dange ini mirip dengan sagon di Klaten-Jogja. Hanya pilihan rasanya lebih kaya. Menurut Pak Tonny yang merupakan sesepuh Kagama Sulteng dan Ketua Kakao Sulteng, rasa dange masih bisa divariasikan dan diperkaya dengan bahan makanan lain. Bagaimana mbak Maria Novita? Perlu inovasi?
Dange ikan rono
Menurut Pak Tonny, penjual dange ini berasal dari daerah Kola-Kola, sekitar 10 km dari Donggala, atau sekitar 1,5-2 jam dari Palu. Mereka berdagang secara berkelompok mulai setengah dua siang sampai jam 9 malam. Berangkat dengan menggunakan satu mobil. Sebelum berjualan di Donggala mereka berdagang di pantai Palu, dan pada saat gempa dan tsunami melanda teluk Palu mereka berhasil menyelamatkan diri. Dari perbincangan sekilas dengan Ibu Hajania, dia bilang melarikan diri ketika air tinggi datang dari arah laut.
Setelah puas menikmati salah satu makanan tradisional yang exotic ini, saya membayar dan kembali ke Palu. Harga sebuah dange 5 ribu, murah menurut saya. Dan ketika kuulurkan selembar 100 ribuan penjual minta uang pas 50-an. Dan sesuai saran Mas M Agus Ramli, kubilang Ndak usah dikembalikan sisanya. 100 ribu untuk menikmati makanan khas ini terasa murah :).
No comments:
Post a Comment